Hadiri Lokakarya PWNU Jeteng, Mahasiswa S2 Ilmu Falak Siap Sikapi Potensi Perbedaan Awal Ramadhan 1446 H

Semarang, 13 Februari 2025

Menyikapi Ramadhan yang akan datang, Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Tengah berkolaborasi dengan UIN Walisongo dan Kawakib Institute menggelar acara Lokakarya Imsakiyah Ramadhan 1446 Hijriah yang berlokasi di Ruang Teater Planetarium dan Observatorium KH. Zubair Umar al-Jailani Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Acara ini diawali dengan sambutan oleh Ketua LFNU Jawa Tengah, Dr. H. Basthoni, M.H., Kepala Planetarium UIN Walisongo, Dr. Ahmad Syifaul Anam, M.H., serta acara dibuka oleh Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU JawaTengah, Dr. Rofiq Mahfud. M.S.I.

Lokakarya ini mengundang dua narasumber yaitu Drs. KH. Slamet Hambali, M.S.I, dan Dr. Sayful Mujab, M.S.I. Dimoderatori oleh Dr. Muh. Choirin Nizar, S.H.I, S.Hum, M.H.I, masing-masing narasumber memaparkan materi mengenai data hilal dan prediksi awal Ramadhan 1446 H, serta karakteristik penyusunan jadwal imsakiyah. Dalam materinya, Slamet Hambali memaparkan data hilal di beberapa wilayah di Indonesia, yakni Merauke, Observatorium UIN Walisongo Semarang, serta Observatorium Lhoknga Aceh.

Berdasarkan pemaparan materi dari KH. Slamet Hambali, dapat diketahui bahwa terdapat potensi perbedaan penentuan 1 Ramadhan 1446 H antara NU dan Pemerintah, karena menurut data hilal di tanggal 29 Sya’ban 1446 H, hilal yang sudah memenuhi kriteria New MABIMS (tinggi toposentris minimal +3o dengan elongasi geosentris 6,4o atau 6o 24’) hanya terlihat pada sebagian wilayah Aceh di antaranya Observatorium Lhoknga ke barat termasuk Sabang. Sehingga, jika di tanggal 29 Sya’ban/28 Februari tidak dilaporkan terlihatnya hilal di seluruh wilayah indonesia, maka Pemerintah akan menetapkan 1 Ramadhan 1446 H pada tanggal 1 Maret 2025 di putusan sidang isbat mendatang. Sedangkan, NU akan memulai 1 Ramadhan pada tanggal 2 Maret 2025. Namun, jika di wilayah Aceh ada laporan terlihat hilal, maka Pemerintah dan NU akan serempak memulai 1 Ramahan di tanggal 1 Maret 2025.

“Menurut data hilal ini, akan ada potensi perbedaan penetapan awal Ramadhan antara NU dan Pemerintah, karena kemungkinan hilal hanya dapat terlihat di wilayah Aceh. Apabila tidak ada laporan terlihatnya hilal di Aceh, maka NU memulai Ramadhan di tanggal 2 Maret karena tetap menjunjung tinggi metode rukyat yang diwarisi dari para kyai. Itulah ciri khas NU.”  papar Slamet Hambali dalam materinya.

Selanjutnya, Dr. Sayful Mujab, M.S.I. membahas mengenai karakteristik penyusunan jadwal imsakiyah, mencakup bagaimana alur pembuatan serta isi dalam jadwal imsakiyah. Sayful Mujab juga mengatakan, dalam pembuatan jadwal imsakiyah harus menyesuaikan dan memperhatikan karakterisiktik masyarakat serta cakupan wilayahnya. Menurutnya, seorang hasib berkewajiban untuk memastikan bagaimana jadwal imsakiyah yang beredar di masyarakat itu aman digunakan, yang artinya tetap berlandaskan pada kebenaran syariat dan jamnya mencakup seluruh wilayah di suatu kota/kabupaten, dengan cara meningkatkan ikhtiyat atau dengan  sistem zonasi. Ia juga menyampaikan sebaran waktu salat dengan infografis yang menunjukkan perbedaan warna antar kota/kabupaten di Jawa Tengah.

Acara lokakarya imsakiyah ini diakhiri dengan simulasi hilal di Ruang Show Planetarium, agar para peserta dapat memiliki gambaran bagaimana kondisi dan ketampakan hilal pada tanggal 29 Sya’ban 1446 H/28 Februari 2025 nantinya. Diharapkan lokakarya ini dapat menjadi sarana sosialisasi yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.

“Semoga Lokakarya ini membarikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Dengan pelaksanaan yang berlokasi di Planetarium dan Observatoirum UIN Walisongo, para peserta tidak hanya dapat teori (saja) tapi juga dapat simulasinya dengan fasilitas yang canggih dari Planetrium,” tutur Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU JawaTengah.

Leave a Reply